Perkuat Layanan Telefarmasi: Fase Baru Dunia Kesehatan yang Beradaptasi Terhadap Teknologi dan Informasi

 

cureatr.com


Karena kondisi Pandemi Covid-19, masyarakat lebih banyak menggunakan aplikasi telemedicine seperti alodokter, sehatQ, halodoc, GoApotik, Farmaplus Kemenkes dan lain-lain. Menurut WHO (2021), Telemedicine didefinisikan sebagai penyampaian layanan medis yang digunakan oleh profesional kesehatan untuk bertukar informasi untuk diagnosis, pengobatan, dan pencegahan penyakit, serta penelitian dan evaluasi layanan kesehatan.

Telemedicine dikategorikan berdasarkan jenis interaksi antara pasien dengan ahli kesehatan serta informasi yang disampaikan. Jenis interaksi ini digolongkan menjadi dua, yaitu real time dan pre-recorded.  Interaksi sendiri dapat terjadi antara pasien dengan dokter atau pasien dengan perawat yang disebut telenursing, perawat dengan dokter yang disebut telekonsultasi, dan pasien dengan apoteker yang disebut telefarmasi.

Telefarmasi merupakan kegiatan yang memberikan pelayanan kefarmasian jarak jauh kepada pasien melalui pemanfaatan teknologi telekomunikasi dan informasi. Lagi-lagi kelangsungan pelayanan telefarmasi ini karena kejadian pandemi Covid-19 yang memberikan tantangan besar bagi Apoteker untuk memperluas praktik kefarmasian. Keinginan yang hendak dicapai dalam pemanfaatan telefarmasi adalah tetap memprioritaskan keefektifan pengobatan serta kepatuhan pasien walaupun melalui pelayanan kefarmasian jarak jauh. Kegunaan telefarmasi ini termasuk konsultasi dan informasi obat, pemantauan terapi obat, konseling, serta monitoring efek samping obat dengan pelayanan virtual.

Berkenaan dengan situasi Covid-19 di Indonesia saat ini, Indonesia memasuki masa transisi dari pandemi Covid-19 menuju endemi. Sehingga bisa dikatakan Indonesia sudah tidak lagi berada dalam kondisi kedaruratan. Lalu, akankah pelayanan telefarmasi di Indonesia tetap harus diperkuat?

Layanan telefarmasi menjawab tantangan revolusi industri 4.0. Bagaimana tidak, telefarmasi dapat meningkatkan akses masyarakat dalam mendapatkan obat-obatan tanpa harus datang ke apotek atau tempat pelayanan kesehatan lain. Platform telefarmasi juga dapat memberikan kemudahan bagi pasien untuk melakukan pemesanan obat dan menebus resep. Resep yang ditebus ini bisa diverifikasi langsung oleh dokter dan apoteker di dalam aplikasi tersebut. Sehingga, dari kedua sisi antara ahli kesehatan dan pasien sama-sama diuntungkan dengan adanya fase baru bagi dunia kesehatan yang masuk ke era digitalisasi. Era digitalisasi telah banyak mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan obat-obatan dan alat kesehatan (alkes). Namun hal ini perlu diawasi juga agar tidak disalahgunakan. Seperti halnya saat momentum ketika situasi kedaruratan pandemi di Indonesia yang sedang tinggi, banyak sekali oknum-oknum sales tidak resmi yang menjual obat-obatan dan alkes secara daring yang dikhawatirkan menimbulkan risiko terhadap pasien. Tidak hanya di situasi pandemi, kemungkinan kenakalan oknum-oknum ini bisa terjadi kapan saja. Sehingga, regulasi menjadi substansi untuk diikuti bahwa penyedia telemedicine melindungi kepentingan konsumen dan pasien untuk mendapatkan obat-obatan dan alkes yang aman dan bermutu.


Selama ini penggunaan obat telefarmasi di Indonesia belum sepenuhnya berlandaskan regulasi yang kuar. Pengaturan telefarmasi tertuang dalam SK Menteri Kesehatan Tahun 2020 HK.02.01/MENKES/303/2020 tentang penyelenggaraan pelayanan kesehatan melalui pemanfaatan teknologi dan komunikasi dalam rangka pencegahan penyebaran Covid-19.

Dalam surat edaran tersebut dijelaskan bahwa penyelenggara telefarmasi diperbolehkan untuk mendistribusikan resep dan sediaan farmasi secara elektronik dengan mengacu pada standar pelayanan kefarmasian di Indonesia. Untuk mendukung penyebaran apotek jarak jauh di Indonesia, beberapa parameter penting perlu disiapkan untuk mendukung penyebaran apotek jarak jauh. Pertama, untuk memastikan keamanan data pasien, terutama saat video call. Selain itu, dengan menggunakan kecerdasan buatan (Artifical Intelligence), misalnya pasien menanyakan sejumlah pertanyaan, maka otomatis jawaban dari AI akan muncul terkait dengan jawaban pasien tersebut. Beberapa contoh penggunaan AI yang dapat diterapkan di bidang farmasi adalah membuat keputusan pengobatan (memerlukan kunjungan tindak lanjut atau obat untuk sementara berhenti bekerja), memprediksi efek samping terkait obat, epidemi, dll. Layanan chat bot untuk menjawab pertanyaan umum tentang pasien dan mencoba untuk menilai kebenaran pernyataan pasien.

 Jika kefarmasian ingin dikembangkan secara massal di Indonesia, perhatian khusus dan perbaikan terus-menerus harus diberikan, khususnya akses internet ke seluruh wilayah Indonesia, regulasi ketat dalam penyelenggaraan kefarmasian, keamanan data, pengembangan layanan telemedicine dalam surveilans penyakit. , pelayanan pencocokan obat dan pasien serta ketersediaan apoteker dan tenaga teknis kefarmasian (TTK) yang berkualitas.

Selain itu, perlunya memperhatikan kenyamanan pasien dalam menggunakan fitur telefarmasi adalah parameter yang harus dicapai. Mulai dari fitur pengkajian resep, pemantauan terapi obat, Pelayanan Informasi Obat (PIO), konseling, hingga home delivery (layanan pengiriman obat ke rumah pasien). Melihat ulasan masyarakat mengenai aplikasi layanan telefarmasi di Google Play Store dan Apple Store, pengguna mengeluh aplikasi sering bermasalah. Paling sering dikeluhkan oleh pengguna adalah aplikasi sering menutup paksa dan data obat di apotek tidak diperbaharui. Keluhan lain adalah kurang sinkronnya telemedicine sebagai tempat konsultasi, sedangkan untuk obat-obatan, farmasi adalah platform yang berbeda artinya tidak semua apotek atau instalasi farmasi itu siap untuk mendistribusikan obat-obatannya. Disinilah bagian yang harus diperkuat, karena ada dua hal yang berbeda. Telemedicine lebih kepada assesment klinis, tetapi ada telefarmasi yang kita sebut complement-nya yang perlu diintegrasikan dengan kesiapsiagaan apotek dan toko obat di berbagai wilayah. Kesiapan antara apotek dan telemedicine harus sama-sama terjangkau dan merata. Memang perlu diakui, sinkronisasi bukanlah hal yang mudah.

Inilah perlunya evaluasi secara cermat untuk meningkatkan dan memperkuat pelayanan kefarmasian di era digitalisasi mengingat tugas tenaga kefarmasian dalam pelayanan e-pharmacy adalah memberikan kemudahan penggunaan dan pelayanan kefarmasian serta menjamin keamanan pasien dengan menggunakan aplikasi berbasis pemanfaatan teknologi informasi.

Sumber:

  1. https://apps.who.int/iris/rest/bitstreams/1346306/retrieve
  2. https://jurnal.unpad.ac.id/farmaka/article/view/34890/pdf
  3. https://www.viva.co.id/vstory/teknologi-vstory/1380711-layanan-telefarmasi-menjawab-tantangan-revolusi-industri-4-0
  4. https://www.liputan6.com/health/read/4880362/obat-telemedisin-untuk-pasien-covid-19-lambat-datang-pakar-perlu-penguatan-di-telefarmasi
  5. https://mediaindonesia.com/humaniora/458391/raih-sertifikasi-psef-sehatq-terus-tingkatkan-layanan-telefarmasi-untuk-masyarakat



Comments

Popular posts from this blog

SEP Summer 2022: Journey to The Land of Pharaohs

Upaya Promotif dan Preventif Tenaga Kefarmasian dalam Pelayanan Kefarmasian di Masa Pandemi Covid-19

Dexamethasone: Obat Warung? Penangkal Covid-19?