The Book of Henry (2017) Review
Written By: Gregg Hurwitz
Starring: Naomi Watts, Jaeden Lieberher, Jacob Tremblay, Maddie Ziegler
Country: USA
Language: English
Duration: 105 minutes
Spoiler Alert!
The Book of Henry (2017) bercerita tentang satu keluarga yang terdiri dari seorang ibu single parent bernama Susan Carpenter (Naomi Watts) yang memiliki dua orang anak bernama Henry (Jaeden Lieberhe) dan Peter (Jacob Tremblay). Henry adalah anak berusia 11 tahun yang memiliki jangkauan pikiran berbeda dari anak seusianya or we called it a genius boy.
Adik Henry bernama Peter (Jacob Tremblay) berusia 8 tahun. Berbeda dengan Henry, Peter adalah anak yang manja, cengeng, dan kerap kali diganggu teman-temannya di sekolah. Wajar saja, Peter masih berusia 8 tahun. Henry adalah kakak yang baik, ia selalu ada untuk Peter ketika Peter butuh pertolongan. Bukan hanya itu, Kegiatan Henry di rumah tidak seperti anak-anak seusianya. Ibunya sangat bergantung padanya dalam urusan keuangan rumah seperti tagihan, laporan keuangan, membayar pajak, bahkan invertasi pun Henry yang bertanggung jawab. Sedangkan ibunya setiap malam malah sibuk main game selepas pulang bekerja di restoran.
Singkat cerita, suatu malam Henry melihat ada yang tidak beres di rumah sebelahnya. Henry menaruh kecurigaan pada tetangganya, Glenn Sickelman (Dean Norris). Glenn tinggal bersama anak tirinya Christina Sickleman (Maddie Ziegler). Henry curiga pada Glenn yang mungkin saja berlaku tidak baik atau bersikap abusive pada anak tirinya karena gelagat sang anak tiri yang membuatnya iba. Henry memutuskan untuk mengawasinya setiap malam dari jendela kamarnya. Setelah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, Henry membentuk sebuah rencana dengan segala rancangan hebat yang ia tumpahkan dalam bukunya, yang boleh disebut 'The Book of Henry'. Rencananya sangat tersusun rapi dan penuh perhitungan.
Malangnya, rencana ini tidak bisa ia laksanakan karena Henry mengalami sakit kepala yang parah hingga harus menjalani perawatan medis. Tak banyak yang menyangka, Henry menderita High Grade Ependymoma, sebuah tumor tingkat tinggi yang menyerang otak atau sumsung tulang belakang, yang muncul dari ependyma, jenis neuroglia di jaringan SSP (Sistem Saraf Pusat). dalam kasus anak biasanya berlokasi di intrakranial. Meskipun telah dioperasi, tumor itu tak terkalahkan. Akhirnya, Henry menghembuskan napas terakhirnya.
Kehilangan orang yang disayang memang menyakitkan, terutama Henry adalah anak yang bisa dihandalkan dalam hidup keluarga ini. Ibu Henry sangat terpukul dan putus asa. Namun seiring waktu, ibunya dapat menerima dan fokus menjalani hidupnya serta menyayangi Peter.
Suatu hari, Peter memberikan buku kakaknya dan meminta sang ibu untuk menjalankan rancangan yang ada di buku Henry tersebut. Terkejut, sang ibu menemukan bahwa tujuan rencananya adalah how to kill your neighbor, yaitu ayah tiri Christina.
Singkat cerita, sang ibu berhasil melakukan step by step sesuai rencana dalam buku Henry. Hingga pada titik klimaks, sang ibu sadar bahwa Henry hanyalah anak-anak. Bagaimanapun juga, semua siasat yang sudah dilaksanakan ibunya berhasil menyelamatkan semua. Pada bagian ini aku tidak bisa bercerita banyak, silakan ditonton sendiri.
Ulasan
Film ini cocok banget untuk ditonton bersama keluarga, walaupun sebenarnya film ini juga bisa dimasukkan ke dalam kategori semi-thriller, tapi masih aman untuk ditonton bersama keluarga.
Pada awal scene film ini, Henry dan teman-temannya ada di dalam kelas, kemudian diminta guru mereka untuk menyampaikan 'my legacy'. Scene ini sudah membuatku kagum dengan karakter Henry. Ada salah satu kalimat favoritku disini
Our legacy isn't what we write on our resume or how many commas we have in our bank account. It's who we're lucky enough to have in our lives and what we can leave them with. The one thing we do know, we're here now. So i say we do the best we can, and that's what i think about my legacy.
Sebuah kalimat yang menohok dan sangat takjub mendengar ini dari anak usia 11 tahun. Kaitannya, pada diri manusia adalah kita semua ingin meninggalkan hal yang hebat di dunia, dikenal, dihormati, disanjung banyak orang, sehingga manusia menjauhi krisis eksistensi. Tapi bagi Henry, anak kecil yang berotak cerdas malah sesederhana bisa berguna bagi orang yang ia sayangi dan melakukan yang terbaik. Disamping sebagai dirinya sendiri, sebagai kakak pun sangat keren! Banyak adegan yang bikin senyum-senyum sendiri karena kebaikan dan sifat mengayomi Henry pada adiknya, Peter. Kadangkala Peter iri dengan Henry yang pada akhirnya bisa dihilangkan berkat ketulusan dan ke-‘banyak akal’an Henry.
Kehidupan keluarga ibu single parent ini juga terbilang unik. Beberapa pekerjaan ibu dan anak malah switched dan hal itu menjadi sangat lucu untuk ditonton. Contohnya, saat Henry mengurusi keuangan keluarga sedangkan sang ibu malah asyik bermain game tembak-tembakan. Henry bahkan mengingatkan ibunya untuk berhenti padahal sedang seru-serunya main game. Bagaimanapun, ibunya sangat menyayangi kedua anaknya tanpa membandingkan satu dengan lainnya, ketulusan itu sangat terasa saat menontonnya. karakter Susan menjadi ibu dalam menit ke menit berjalan semakin kuat. Karakter Susan adalah ibu yang menyenangkan, saking menyenangkannya ia memperlakukan anak yang masih kecil seperti orang dewasa, bahkan sampai ada scene yang lumayan membuat shock, karena se-seru dan se-santai itu mendidik anak. Pastinya hal tersebut berkaitan dengan kultur parenting ya.. Kalau di Indonesia or we can say asian culture ditambah mayoritas muslim pasti tidak cocok ya.
Di awal cerita berjalan sangat santai dan menyenangkan, seperti halnya film keluarga. Mindsetnya sudah pasti akhir bahagia yang sempurna tanpa ada yang dikorbankan. Padahal tidak demikian dalam film ini. Ketika mendekati pertengahan film, mulai timbul masalah dan keadaan makin mencekam. Bagian pertengahan film sudah mulai menitikkan air mata. The plot-twist is unpredictable.
Karakter Christina walaupun dapat dialog yang tidak banyak, ia bisa memainkan ekspresi yang cukup baik sehingga berhasil menggiring banyak keyakinan orang yang menonton tentang sesuatu apa yang menimpanya.
Sepertinya film ini jarang diceritain ya? Pun, dari rating rottentomatoes yang diberikan juga cukup rendah. Menurutku tidak seburuk itu juga. Asumsiku, sepertinya tidak banyak orang yang suka film keluarga dengan perubahan plot se-drastis ini.
Sebagai penutup, aku mau memberi satu quote lagi dari film ini yang menjadi favoritku juga
Henry: "Violence isn't the worst thing in the world."
Susan: "What is then?"
Henry: "Apathy."
Hopefully this review presented very useful to all of you! Selamat menonton!
Comments
Post a Comment